SEJARAH DAN
ARTI PENTING PANCASILA
Disusun oleh : Wahyu Hadi Nugroho
AKADEMI PERPAJKAN (AKAP)”PDG”BEKASI
Jl.Sirih Prada Cimuning Mustika Jaya-
(021)-29455271
2015
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur penyusun sampaikan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
serta hidayah-Nya sehingga sampai saat ini penyusun masih diberi kesempatan untuk membuat Makalah ini sehingga dapat tersusun dengan baik dan dapat disajikan
dengan baik utuk memenuhi tugas dalam salah satu Mata Kuliah Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan.
Penyusun juga
menyampaikan terima kasih kepada Bpk Drs.
M.Alie Murfi,MM selaku pengampu mata
kuliah yang telah memberi tugas untuk menyusun makalah ini, sehingga membuat
penyusun lebih dapat menguasai materi dan memahami tentang ulasan Materi Kuliah yang telah
diberikan.
Penyusun menyadari
bahwa dalam penyusunan maupun pengkajiannya masih banyak kekurangan dan
kelemahannya. Oleh karena itu, kritik dan saran dari berbagai pihak yang
sifat-sifatnya membangun sangat penyusun harapkan, demi untuk perbaikan di masa
yang akan datang.
Bekasi, 07 februari 2015
Wahyu Hadi Nugroho
BAB
I PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Melihat perkembangan dan kemajuan
negeri ini terus dan semakin pesat maka hal yang menjadi sebuah komitment dari
sejak dulu dalam menjungjung tinggi nilai-nilai Negara yang termakna dalam
Pancasila semakain menurun akan makna sesungguhnya, setiap penghayatan didalam diri.
Benarkah pancasila masih bisa
dijadikan sebagai ideologi bangsa Indonesia, falsafah atau pandangan hidup?
Ataukah hanya sekedar mitos belaka yang kini makin atos (keras)
mengejawantahkannya dalam kehidupan sehari-hari? Dengan latar belakang diatas
sehingga pembahasan ini sangat penting untuk di kaji, diketahui dan di fahami
oleh khalayak mahasiswa sebagai tunas bangsa yang harus tetap menjaga akan
nilai-nilai pancasila.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
PANCASILA
Pancasila
adalah idiologi negara indonesia sehingga pancasila begitu di sanjung dan di
monumentalkan dalam rona perjuangan negara yang berbentuk republik ini. Andai
saja pancasila bisa tersenyum, tertawa, menangis dan bersedih layaknya manusia
pada umumnya maka tak khayal kalau sang pancasila akan menangis histeris. Karena
tidak bisa dipungkiri lagi bahwa orang semakin tidak peduli terhadap pancasila.
Maksudnya ada atau tidak adanya pancasila bukan menjadi persoalan. Riil nya
Seorang mahasiswa yang berstatus maha tidak bisa melafalkan 5 butir pancasila
apalagi mengamalkan . Malu dong sama dunia!! Seperti ungkapan yang sering
digunakan dalam dunia ke pesantren yaitu “wujuduhu ka adamihi” benarkah?
1. SEJARAH PANCASILA
Mari kita telusuri fakta-fakta
sejarah tentang kelahiran pancasila. Dalam rapat BPUPKI pada tanggal 1 juni
1945, Bung Karno menyatakan antara lain:”Saya mengakui, pada waktu saya berumur
16 tahun, duduk di bangku sekolah H.B.S. di Surabaya, saya dipengaruhi seorang
sosialis yang bernama A. Baars, yang memberi pelajaran kepada saya, katanya:
jangan berpaham kebangsaan, tetapi berpahamlah rasa kemanusiaan seluruh dunia,
jangan mempunyai rasa kebangsaan sedikitpun. Itu terjadi pada tahun 1917. akan
tetapi pada tahun 1918, alhamdulillah, ada orang lain yang memperingatkan saya,
ia adalah Dr. Sun Yat Sen!
Di dalam tulisannya “San Min Cu I”
atau “The THREE people’s Principles”, saya mendapatkan pelajaran yang
membongkar kosmopolitanisme yang diajarkan oleh A. Baars itu. Dalam hati saya
sejak itu tertanamlah rasa kebangsaan, oleh pengaruh“The THREE people’s
Principles” itu. Maka oleh karena itu, jikalau seluruh bangsa Tionghoa
menganggap Dr. Sun Yat Sen sebagai penganjurnya, yakinlah bahwasanya Bung Karno
juga seorang Indonesia yang dengan perasaan hormat dengan sehormat-hormatnya
merasa berterima kasih kepada Dr. Sun Yat Sen, -sampai masuk ke liang kubur.”
Lebih lanjut ketika membicarakan
prinsip keadilan sosial, Bung Karno, sekali lagi menyebutkan pengaruh San Min
Cu I karya Dr. Sun Yat Sen:”Prinsip nomor 4 sekarang saya usulkan. Saya didalam
tiga hari ini belum mendengarkan prinsip itu, yaitu kesejahteraan, prinsip:
tidak ada kemiskinan di dalam Indonesia merdeka. Saya katakan tadi prinsipnya
San Min Cu I ialah “Mintsu, Min Chuan , Min Sheng” : Nationalism, democracy,
socialism. Maka prinsip kita …..harus …… sociale rechtvaardigheid.”
Pada bagian lain dari pidato Bung
Karno tersebut, dia menyatakan:”Maka demikian pula jikalau kita mendirikan
negara Indonesia merdeka, Paduka tuan ketua, timbullah pertanyaan: Apakah
Weltanschaung” kita, untuk mendirikan negara Indonesia merdeka di
atasnya?Apakah nasional sosialisme ? ataukah historisch-materialisme ? Apakah
San Min Cu I, sebagai dikatakan oleh Dr. Sun Yat Sen ? Di dalam tahun 1912 Sun
Yat Sen mendirikan negara Tiongkok merdeka, tapi “Weltanschaung” telah dalam
tahun 1885, kalau saya tidak salah, dipikirkan, dirancangkan. Di dalam buku
“The THREE people’s Principles” San Min Cu I,-Mintsu, Min Chuan , Min Sheng” :
Nationalisme, demokrasi, sosialisme,- telah digunakan oleh Dr. Sun Yat Sen
Weltanschaung itu, tapi batu tahun 1912 beliau mendirikan negara baru di atas
“Weltanschaung” San Min Cu I itu, yang telah disediakan terlebih dahulu
berpuluh-puluh tahun.” (Tujuh Bahan Pokok demokrasi, Dua – R. Bandung, hal.
9-14.)
Pengaruh posmopolitanisme
(internasionalisme) kaya A. Baars dan San Min Cu I kaya Dr. Sun Yat Sen yang
diterima bung Karno pada tahun 1917 dan 1918 disaat ia menduduki bangku sekolah
H.B.S. benar-benar mendalam. Ha ini dapat dibuktikan pada saat Konprensi Partai
Indonesia (partindo) di Mataram pada tahun 1933, bung Karno menyampaikan
gagasan tentang marhaennisme, yang pengertiannya ialah :
(a) Sosio – nasionalisme, yang
terdiri dari : Internasionalisme, Nasionalisme
(b) Sosio – demokrasi, yang tersiri
dari : Demokrasi, Keadilan sosial.
Jadi marhaenisme menurut Bung Karno
yang dicetuskan pada tahun 1933 di Mataram yaitu : Internasionalisme ;
Nasionalisme ; Demokrasi : Keadilan sosial.(1)
Dan jika kita perhatikan dengan
seksama, akan jelas sekali bahwa 4 unsur marhainisme seluruhnya diambil dari
Internasionalisme milik A. Baars dan Nasionalisme, Demokrasi serta keadilan
sosial (sosialisme) seluruhnya diambil dari San Min Cu I milik Dr. Sun Yat Sen.
Sekarang marilah kita membuktikan
bahwa pancasila yang dicetuskan Bung Karno pada tanggal 1 Juni 1945 di depan
sidang BPUPKI adalah sama dengan Marheinisme yang disampaikan dalam Konprensi
Partindo di Mataram pada tahun 1933, yang itu seluruhnya diambil dari
kosmopolitanisme milik A. Baars dan San Min Cu I milik Dr. Sun Yat Sen. Di
dalam pidato Bung Karno pada tanggal 1 juni 1945 itu antara lain berbunyi
:”Saudara-saudara ! Dasar negara telah saya sebutkan, lima bilangannya. Inikah
Panca Dharma ? Bukan !Nama Panca Dharma tidak tepat di sini. Dharma berarti
kewajiban, sedang kita membicarakan dasar…..Namanya bukan Panca Dharma,
tetaoi….saya namakan ini dengan petunjuk seorang teman kita ahli
bahasa…..namanya ialah Pancasila. Sila artinya asas atau dasar dan diatas
kelima dasar itulah kita mendirikan negara Indonesia, kekal dan abadi.
Kelima sila tadi berurutan sebagai
berikut:(2)
(a) Kebangsaan Idonesia;
(b) Internasionalisme atau
peri-kemanusiaan;
(c) Mufakat atau domokrasi;
(d) Kesejahteraan sosial;
(e) Ke-Tuhanan.
Kelima
sila dari Pancasila Bung Karno ini, kita cocokkan dengan marhaenisme Bung Karno
adalah persis sama, Cuma ditambah dengan Ke Tuhanan. Untuk lebih jelasnya
baiklah kita susun sebagai berikut:
- Kebangsaan
Indonesia berarti sama dengan nasionalisme dalam marhaenisme, juga sama
dengan nasionalisme milik San Min Cu I milik Dr. Sun yat Sen, Cuma
ditambah dengan kata-kata Indonesia.
- Internasionalisme
atau peri-kemanusiaan berarti sama dengan internasionalisme dalam
marhaenisme, juga sama dengan internasionalisme (kosmopolitanisme) milik
A. Baars.
- Mufakat
atau demokrasi berarti sama dengan demokrasi dalam marhaenisme, juga sama
dengan demokrasi dalam San Min Cu I milik Dr. Sun Yat Sen;
- Kesejahteraan
sosial berarti sama dengan keadilan sosial dalam marhaenisme, juga berarti
sama dengan sosialisme dalam San Min Cu I milik Dr. Sun Yat Sen.
- Ke-Tuhanan
yang diambil dari pendapat-pendapat para pemimpin Islam, yang berbicara
lebih dahulu dari Bung Karno, di dalam sidang BPUPKI pada tanggal 1 juni
1945.
Dengan
cara mencocokkan seperti ini, berarti nampak dengan jelas bahwa Pancasila yang
dicetuskan oleh Bung Karno pada tanggal 1 juni 1945, yang merupakan”Rumus
Pancasila I”, sehingga dijadikan Hari Lahirnya Pancasila, berasal dari 3 sumber
yaitu:
a)
Dari San Min Cu I Dr. Sun Yat Sen (Cina);
b)
Dari internasionalisme (kosmopolitanisme A. Baars (Belanda).
c)
Dari umat Islam.
Jadi
Pancasila 1 juni 1945, adalah bersumber dari : (1) Cina; (2) Belanda; dan (3)
Islam. Dengan begitu bahwa pendapat yang menyatakan Pancasila itu digali dari
bumi Indonesia sendiri atau dari peninggalan nenek moyang adalah sangat keliru
dan salah !
Sebagaimana
telah dimaklumi bahwa sebelum sidang pertama BPUPKI itu berakhir, dibentuklah
satu panitia kecil untuk :
a)
Merumuskan kembali Pancasila sebagai dasar negara, berdasarkan pidato yang
diucapkan Bung Karno pada tanggal 1 Juni 1945.
b)
Menjadikan dokumen itu sebagai teks untuk memproklamirkan Indonesia merdeka.
Dari
dalam panitia kecil itu dipilih lagi 9 orang untuk menyelenggarakan tugas itu.
Rencana mereka itu disetujui pada tanggal 22 Juni 1945, yang kemudian diberikan
nama dengan “Piagam Jakarta”.
Piagam
Jakarta berbunyi:
“Bahwa
sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu maka
penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri
kemanusiaan dan peri-keadilan.
Dan
perjuangan pergerakan Kemerdekaan Indonesia telah sampai kepada saat yang
berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia kedepan pintu
gerbang Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Atas berkat rahmat Alloh Yang Maha Kuasa, dan dengan didorongkan oleh keinginan
luhur, supaya berkehidupan bebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia dengan
ini menyatakan kemerdekaannya.
Kemudian
dari pada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi
segenap bangsa dan ikut melasanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan
Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu hukum Dasar Negara Indonesia yang berdasar
kedaulatan rakyat, dengan berdasar kepada : Ke- Tuhanan, dengan menjalankan
syari’at Islam bagi pemeluk – kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan;
serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indinesia.”
Jakarta,
22-6-1605.
Ir.
SOEKARNO
Drs.
Mohammad Hatta
Mr.
A.A Maramis
Abikusno
Tjokrosujoso
Abdul
Kahar Muzakir
H.A.
Salim
Mr.
Achmad Subardjo
Wachid
Hasjim
Mr.
Muhammad Yamin (3)
(Moh.
Hatta dkk. Op.cit. hal. 30-32)
Dengan
begitu, maka Pancasila menurut Piagam Jakarta 22 Juni 1945, dan ini merupakan
Rumus Pancasila II, berbeda dengan Rumus Pancasila I. Lebih jelasnya Rumus Pancasila
II ini adalah sebagai berikut ;
a)
Ke-Tuhanan, dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya
b)
Kemanusiaan yang adil dan beradab
c)
Persatuan Indonesia
d)
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan
e)
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Rumus
Pancasila II ini atau lebih dikenal dengan Pancasila menurut Piagam Jakarta
tanggal 22 Juni 1945, baik mengenai sitimatikanya maupun redaksinya sangat
berbeda dengan Rumus Pancasila I atau lebih dikenal dengan Pancasila Bung Karno
tanggal 1 juni 1945. pada rumus pancasila I, Ke-Tuhanan yang berada pada sila
kelima, sedangkan pada Rumus Pancasila II, ke-Tuhanan ada pada sila pertama,
ditambah dengan anak kalimat – dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi
pemeluk-pemeluknya”. Kemudian pada Rumus Pancasila I, kebangsaan Indonesia yang
berada pada sila pertama, redaksinya berubah sama sekali menjadi Persatuan
Indonesia pada Rumus Pancasila II, dan tempatnyapun berubah yaitu pada sila ketiga.
Demikian juga pada Rumus Pancasila I .
Internasionalisme
atau peri kemanusiaan, yang berada pada sila kedua, redaksinya berubah menjadi
Kemanusiaan yang adil dan beradab. Selanjutnya pada Rumus Pancasila I, Mufakat
atau Demokrasi, yang berbeda pada sila ketiga, redaksinya berubah sama sekali
pada Rumus Pancasila II, yaitu menjadi Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan dan menempati sila keempat. Dan
juga pada Rumus Pancasila I, kesejahteraan sosial yang berada pada sila
keempat, baik redaksinya, maka Pancasila pada Rumus II ini, tentunya mempunyai
pengertian yang jauh berbeda dengan Pancasila pada Rumus I.
Rumus
Pancasila II ini atau yang lebih populer dengan nama Pancasila menurut Piagam
Jakarta tertanggal 22 Juni 1945, yang dikerjakan oleh panitia 9, maka pada
rapat terakhir BPUPKI pada tanggal 17 Juni 1945, secara bulat diterima rumus
Pancasila II ini.
Sehari
sesudah proklamasi, yaitu pada tanggal 18 Agustus 1945, terjadilah rapat
“Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia” (PPKI). Panitia ini dibentuk sebelum
proklamasi dan mulai aktip bekerja mulai tanggal 9 Agustus 1945 dengan
beranggotakan 29 orang. Dengan mempergunakan rancangan yang telah dipersiapkan
oleh BPUPKI, maka PPKI dapat menyelesiakan acara hari itu, yaittu:
a)
Menetapkan Undang-Undang Dasar ; dan
b)
Memilih Presidan dan Wakil Presiden dalam waktu rapat selama 3 jam.
Dengan
demikian terpenuhilah keinginan Bung Karno yang diucapkan pada waktu membuka
rapat itu sebagai ketua panitia dengan kata-kata sebagai berikut ; “Tuan-tuan
sekalian tentu mengetahui dan mengakui, bahwa kita duduk di dalam suatu zaman
yang beralih sebagai kilat cepatnya. Maka berhubungan dengan itu saya minta
sekarang kepada tuan-tuan sekalian, supaya kitapun bertindak di dalam sidang
ini dengan kecepatan kilat.”
Sedangkan
mengenai sifat dari Undang-Undang Dasarnya sendiri Bung Karno
berkata:”Tuan-tuan tentu mengerti bahwa ini adalah sekedar Undang-Undang Dasar
sementara, Undang-Undang Dasar Kilat, bahwa barangkali boleh dikatakan pula,
inilah revolutie grodwet. Nanti kita akan membuat undang-Undang Dasar yang
lebih sempurna dan lengkap. Harap diingat benar-benar oleh tuan-tuan, agar kita
ini harus bisa selesai dengan Undang-Undang Dasar itu.”
Dalam
beberapa menit saja, tanpa ada perdebatan yang substansil disahkan Pembukaan
Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, dengan beberapa perubahan, khususnya
dalam rumus pancasila.(4)
Adapun
Pembukaan undang-Undang Dasar, yang didalamnya terdapat Rumus Pancasila II,
yang disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945, adalah sebagai berikut :
PEMBUKAAN
“Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa,
dan oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak
sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri-keadilan.
Dan
perjuangan pergerakan Kemerdekaan Indonesia telah sampai kepada saat yang
berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia kedepan pintu
gerbang Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Atas
berkat Rahmat Alloh Yang Maha Kuasa, dan dengan didorongkan oleh keinginan
luhur, supaya berkehidupan bebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia dengan
ini menyatakan kemerdekaannya.
Kemudian
dari pada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara yang melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan
kesejahteraan umum mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melasanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan
sosial, maka disusunlah kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam satu
Undang-Undang Dasar Negara Indonesia yang terbentuk dalam suatu Negara Republik
Indonesia yang berkedaulatan rakyat, dengan berdasarkan kepada : Ke- Tuhanan
Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab Persatuan Indonesia,
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan serta mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.”
Dengan
demikian disahkannya Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 oleh PPKI pada tanggal
18 Agustus 1945, maka Rumus Pancasila mengalami perubahan lagi, yaitu:
a)
Ke-Tuhanan Yang Maha Esa.
b)
Kemanusiaan yang adil dan beradab
c)
Persatuan Indonesia
d)
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan
e)
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Perubahan
esensial dari Rumus Pancasila II atau Pancasila menurut Piagam Jakarta tanggal
22 Juni 1945 dengan Rumus Pancasila III atau Pancasila menurut Pembukaan
Undang-Undang Dasar tanggal 18 Agustus 1945, yaitu pada sila pertama
“Ke-Tuhanan, dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi
pemeluk-pemeluknya,” diganti dengan “Ke-Tuhanan Yang Maha Esa” . perubahan ini
ternyata dikemudian hari menumbuhkan benih pertentangan sikap dan pemikiran
yang tak kunjung berhenti sampai hari ini. Sebab umat Islam menganggap bahwa
pencoretan anak kalimat pada sila pertama Ke-Tuhanan dengan kewajiban
menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya, oleh PPKI adalah suatu
pengkhianatan oleh golongan nasionalis dan kristen. Karena Rumus Pancasila II
telah diterima secara bulat oleh BBUPKI pada tanggal 17 Juli 1945.
Selanjutnya
melalui aksi militer Belanda ke-I dan ke- II , dan dibentuknya negara-negara
bagian oleh Belanda, pemberontakan PKI di Madiun, statemen Roem Royen yang
mengembalikan Bung Karno dan kawan-kawannya dari Bangka ke Jogjakarta,
sedangkan Presiden darurat RI pada waktu itu ialah Mr. Syafruddin
Prawiranegara, sampailah sejarah negara kita kepada konfrensi meja bundar di
Den Haag (Nederland). Konfrensi ini berlangsung dari tanggal 23 Agustus 1949
sampai tanggal 2 November 1949. dengan ditandatanganinya “Piagam Persetujuan”
antara delegasi Republik Indonesia dan delegasi pertemmuan untuk
permusyawaratan federal (B.F.O.) mengenai “Konstitusi Republik Indinesia
Serikat” (RIS) di Seyeningen pada tanggal 29 Oktober 1949, maka ikut berubahlah
Rumus Pancasila III menjadi Rumus Pancasila IV. Rumus Pancasila IV ini termuat
dalam muqadimah Undang-Undang Dasar Republik Indinesia Serikat (RIS), yang
bunyinya sebagai berikut:
Mukadimah
Kami
bangsa Indonesia semenjak berpuluh-puluh tahun lamanya bersatu padu dalam
perjuangan kemerdekaan, dengan senantiasa berhati teguh berniat menduduki hak
hidup sebagai bangsa yang merdeka berdaulat. Ini dengan berkat dan rahmat Tuhan
telah sampailah kepada ringkatan sejarah yang berbahagia dan luhur. Maka demi
ini kami menyusun kemerdekaan kami itu dalam satu piagam negara yang berbentuk
Republik Federasi berdasarkan pengakuan “Ketuhanan Yang Maha Esa, Peri
kemanusiaan, Kebangsaan, Kerakyatan dan keadilan sosial.”
Untuk
mewujudkan kebahagiaan, kesejahteraan, perdamaian dan kemerdekaan dalam
masyarakat dan negara hukum Indonesia Merdeka yang berdaulat sempurna. Secara
jelasnya Rumus Pancasila IV atau pancasila menurut mukadimah Undang-Undang
Dasar RIS tanggal 29 Oktober 1949, adalah sebagai berikut;
a.
Ke-Tuhanan Yang Maha Esa.
b.
Peri-Kemanusiaan.
c.
Kebangsaan.
d.
Kerakyatan dan
e.
Keadilan sosia.
2. MASA PENGUSULAN PANCASILA
Dalam siding Teikuku Gikoi (Parlemen
Jepang)
Pada tanggal 7 September 1944, Perda Menteri Jepang Jenderal Kuniaki koiso
(Pengganti Perdana Menteri Tojo), atas nama pemerintah Jepang
mengeluarkan janji kemerdekaan Indonesia yang akan diberikan pada tanggal 24 Agustus
1945, sebagai janji politik.
Badan Penyelidik Usaha-usaha
Persiapan Kemerdekanaan Indonesia (BPUPKI) ini dilantik pada tanggal 28 Mei
1945 oleh Gunseikan (Kepala pemerintahan Bala Tentara Jepang di Jawa), dengan
susunan sebagai berikut (Muhammad Yamin, Naskah Persiapan Undang-Undang
Dasar 1945.)
Badan Penyelidikan ini mengadakan
siding hanya dua kali masa siding. Sidang pertama tanggal 29 Mei sampai dengan 1
Juni 1945. Sidang kedua tanggal 10 Juli sampai dengan 17 Juli 1945.
1.
Masa Sidang Pertama BPUPKI
Dalam masa siding pertama yaitu tanggal 29 Mei sampai dengan
tanggal 1 Juni 1945 (4 hari), yang mengajukan usul adalah Muhammad Yamin dan
Bung Karno (Ir. Soekarno) tentang dasar Negara, dan Soepomo tentang faham
kenegaraan.
a.
Usul Muhammad Yamin, 29 Mei 1945
Muhammad Yamin Berpidato tentang Asas dan Dasar Negara Kebangsaan
Republik Indonesia. Dalam pidato itu beliau mengusulkan dasar Negara
bagi Indonesia Merdeka yang akan dibentuk adalah :
-
Peri Kebangsaan
-
Peri Kemanusiaan
-
Peri ketuhanan
-
Peri Kerakyatan
-
Kesejahteraan Rakyat
Setelah berpidato beliau mengusulkan juga secara tertulis
lima asas dasar Negara dalam rancangan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia, yang Rumusannya sebagai berikut :
-
Ketuhanan Yang Maha Esa
-
Kebangsaan Persatuan Indonesia
-
Rasa Kemanusiaan Yang Adil dan
Beradab
-
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
-
Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat
Indonesia.
b. Usul Soepomo 31 Mei 1945
Pada hari ketiga siding BPUPKI, tanggal 31 Mei 1945, Soepomo
mengusulkan tentang dasar pemikiran Negara nasional bersatu yang akan didirikan
harus berdasarkan atas pemikiran integralistik yang sesuai struktur sosial
Indonesia sebagai ciptaan budaya bangsa Indonesia.
Negara Harus bersifat “badan penyelenggara”, badan pencipta
hukum yang timbul dari hati sanubari rakyat seluruhnya. Dalam pengertian dan
teori ini, Negara tidak lain adalah seluruh masyarakat atau seluruh rakyat
Indonesia sebagai persatuan yang teratur dan tersusun.
Soepomo juga mengusulkan tentang syarat mutlak Negara, yaitu
: Daerah, rakyat, dan pemerintahan. Mengenai dasar apa Negara Indonesia
didirikan, dikemukakan tiga soal :
a.
Persatuan Negara, Negara serikat,
Persekutuan Negara.
b.
Hubungan Antar Negara dan Agama.
c.
Republik dan Monarchie.
c. Usul Soekarno. 1 Juni 1945
Dalam masa siding pertama BPUPKI hari selanjutnya, pada
tanggal 1 Juni 1945 Bung Karno mengajukan lima dasar juga bagi Negara Indonesia
Merdeka, dalam pidatonya mengenai Dasar Indonesia Merdeka. Lima dasar
itu atas petunjuk seorang ahli bahasa (yaitu Mr. Muhammad Yamin, yang pada
waktu itu duduk di samping Ir. Soekarno) diberi nama Pancasila. Lima dasar yang
dilakukan Bung Karno, ialah :
a.
Kebangsaan Indonesia
b.
Internasionalisme atau
Perikemanusiaan
c.
Mufakat atau demokrasi
d.
Kesejahteraan sosial
e.
Ketuhanan yang berkebudayaan.
2. Rapat Panitia Sembilan
Panitia Sembilan atau panitia kecil merupakan tokoh-tokoh
nasional, wakil-wakil golongan Islam dan golongan Nasionalis, yaitu :
1. Ir. Soekarno
2. Drs. Mohamad Hatta
3. Mr. A.A. Maramis
4. K.H. Wachid Hasyim
5. Abdul Kahar Muzakkkir
6. H. Agus Salim
7. Abikusno Tjokrosujoso
8. Mr. Achmad Soebardjo
9. Mr. Muhammad Yamin.
Pada tanggal 22 Juni 1945, Panitia Sembilan berhasil
merumuskan Rancangan Mukaddimmah (Pembukaan) Hukum Dasar, yang kemudian
dinamakan Jakarta charter atau Piagam Jakarta (Oleh Mr. Muhammad
Yamin). Dan di dalam rancangan mukaddimah itu termuat pula rumusan Pancasila
yang tata-urutannya tersusun secara sistematik, pada alinea keempat bagian
akhir, yaitu :
-
Ketuhanan dengan kewajiban
menjalankan syari’at islam bagi pemeluk-pemeluknya
-
Kemanusiaan yang adil dan beradab
-
Persatuan Indonesia
-
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
-
Keadilan sosisal bagi seluruh rakyat
Indonesia
Selain itu dalam piagam Jakarta pada alinea ketiga juga
memuat rumusan Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang pertama, yaitu
berbunyi ;
“Atas
berkat Rahmat Allah Yang Maha Kuasa, dan dengan didorangkan oleh keinginan
luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka Rakyat Indonesia dengan
ini menyatakan kemerdekaannya”.
Rumusan kalimat yang merupakan teks Proklamasi Kemerdekaan
itu adalah cetusan hati-Nurani kebulatan tekad rakyat Indonesia untuk merdeka
yang dinyatakan sebelum Proklamasi Kemerdekaan, sehingga dapat dinamakan
“Declaration of Indonesia Independence”.
MAKNA LAMBANG PANCA SILA
- Burung Garuda melambangkan kekuatan
- Warna emas pada burung Garuda melambangkan kejayaan
- Perisai di tengah melambangkan pertahanan bangsa Indonesia
- Simbol-simbol di dalam perisai masing-masing melambangkan
sila-sila dalam Pancasila, yaitu:
- Bintang melambangkan sila Ketuhanan Yang Maha Esa
- Rantai melambangkan sila Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab
- Pohon beringin melambangkan sila Persatuan Indonesia
- Kepala banteng melambangkan sila Kerakyatan Yang Dipimpin
Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan
- Padi dan Kapas melambangkan sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh
Rakyat Indonesia
- Warna merah-putih melambangkan warna bendera nasional Indonesia. Merah
berarti berani dan putih berarti suci
- Garis hitam tebal yang melintang di dalam perisai melambangkan
wilayah Indonesia yang dilintasi Garis Khatulistiwa
- Jumlah bulu melambangkan hari proklamasi kemerdekaan
Indonesia (17 Agustus 1945), antara lain:
- Jumlah bulu pada masing-masing sayap berjumlah 17
- Jumlah bulu pada ekor berjumlah 8
- Jumlah bulu di bawah perisai/pangkal ekor berjumlah 19
- Jumlah bulu di leher berjumlah 45
- Pita yg dicengkeram oleh burung garuda bertuliskan semboyan
negara Indonesia, yaitu Bhinneka Tunggal
Ika yang berarti “berbeda beda, tetapi tetap satu jua”. Berasal
dari Kitab Negarakertagama yang dikarang oleh Empu Prapanca pada zaman
kekuasaan kerajaan Majapahit. Pada satu
kalimat yang termuat mengandung istilah “Bhinneka Tunggal Ika”, yang
kalimatnya awalnya “Bhinneka tunggal Ika, tanhana dharma
mangrwa.” Istilah Pancasila dimuat dalam Kitab Sutasoma yang
ditulis oleh Empu Tantular yang berisikan sejarah kerajaan
bersaudara Singhasari dan Majapahit. Istilah Pancasila
ini muncul sebagai Pancasila Karma, yang isinya berupa lima larangan
sebagai berikut:
- Melakukan tindak kekerasan
- Mencuri
- Berjiwa dengki
- Berbohong
- Mabuk (oleh miras)
Pengaturan mengenai lambang negara diatur penggunaannya
dalam Peraturan Pemerintah No. 43 tahun 1958. Sedangkan implementasinya
dalam lagu berjudul “Garuda Pancasila”. Dengan lirik sebagai berikut :
Garuda
pancasila
Akulah pendukungmu
Patriot proklamasi
Sedia berkorban untukmu
Pancasila dasar negara
Rakyat adil makmur sentosa
Pribadi bangsaku
Ayo maju maju
Ayo maju maju
Ayo maju maju
Akulah pendukungmu
Patriot proklamasi
Sedia berkorban untukmu
Pancasila dasar negara
Rakyat adil makmur sentosa
Pribadi bangsaku
Ayo maju maju
Ayo maju maju
Ayo maju maju
Melalui perkembangan peradaban manusia termasuk warga negara
Indonesia. Tidak bisa dipungkiri bahwa fakta membuktikan pelaksanaan yang tidak
konsekuen terhadap Pancasila. Penyelenggara negara maupun masyarakat Indonesia
pada umumnya terkadang bertindak diluar koridor yang sudah ditentukan dalam
konstitusi sebagai bentuk nyata dari ideologi Pancasila. Sebagai ideologi yang
nyata dan reformatif, aktual, dinamis, antisipatif dan senantiasa, Pancasila
mampu menyesuaikan dengan perkembangan masyarakat. Meski tidak bisa
dipungkiri bahwa ketentuan yang berlaku tidak bisa disamakan dalam lintas
waktu, ruang, situasi, dan tempat. Sebagai ius constituendum,
nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila bersifat universal dan tetap.
Berdasarkan ideologi tersebutlah dilahirkan UUD 1945 sebelum amandemen pada
tanggal 18 Agustus 1945 serta lahirnya peraturan perundang-undangan lainnya.
Indonesia berproses dengan dinamika berbagai human interest setiap
masyarakat. Pancasila menjadi landasan utama ketika dimulainya sejarah
kebangsaan Indonesia. Tanpa ada suatu pegangan hidup dan pandangan hidup
Indonesia mudah dipecah belah saat masa penjajahan. Perbedaan kepentingan
ideologi pada awal 1900-an antara Liberalisme, Nasionalisme, Islamisme,
Sosialisme-Indonesia, dan Komunisme, yang diakhiri tanggal 18 Agustus 1945
dengan ditetapkannya Pancasila oleh Panitia Persiapan Kemerdekan Indonesia
(PPKI) sebagai Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Seiring dengan
perkembangannya ideologi Pancasila mengalami eksaminasi yang berat dalam
implementasi kehidupan bermasyarakat, kebangsaan, dan kenegaraan. Sejak
munculnya krisis moneter pada tahun 1997 berdampak pada krisis nasional dan
dimulainya Era Reformasi pada tahun 1998. Hujan kritik terhadap penerapan
Pancasila terjadi. Banyak fenomena yang terjadi diluar koridor konstitusi
seperti pergantian kepemimpinan nasional atas tuntutan mahasiswa, kerusuhan dan
anarki, tingkat konsumsi berkurang, moral dan hukum negara tidak dipatuhi, pembangunan
minim, dan hutang luar negeri melonjak. Berbagai faktor tersebut mendorong
adanya pihak-pihak tertentu untuk memanfaatkannya demi kepentingan individu dan
kelompoknya. Lahirnya Undang-Undang No. 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan
Negara yang Bebas dan Bersih Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Sebagai upaya
nyata penerapan Pancasila yang sempat keliru oleh oknum tertentu.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Indonesia merupakan Negara yang
sangat bermakna penuh perjuangan dan penghayatan dalam membangun sebuah Negara
yang bernilai luhur dalam kehidupan umat beragama sehingga nili-nilai pancasila
merupakan lambing Negara yang menyatukan bukan sebagai pembeda baik
golongan,kepercayaan dan berkomitmen, sehingga lahirlah sebuah makna “Bineka
Tunggal Ika” walupun berbineka (beragam) tapi semua satu tujuan yaitu Ika.
B.
SARAN
Dalam bernegara dan bermasyarakat
haruslah saring menghormati satu sama lainnya tanpa harus mengunggulkan
masing-masing kelompok sehingga terciptanya sebuah keselarasan dan kedamaian,
serta pelajari dan hayati setiap nilai-nilai yang ada didalam pancasila sebagai
landasan diri sejak sedini mungkin dan sebagai mahasiswa penerus para pemimpin
bangsa haruslah sangat menjunjung tinggi hal tersebut.